Mei 03, 2008

Konsep Takhali - Tahali - Tajjali (1)

Proses takhali adalah upaya pembersihan diri atau penyucian hati dari segala rongrongan hawa nafsu duniawi, akhlak yang jauh dari kemuliaan, dan ibadah yang tidak sempurna. Di tahap ini, sang Salik harus berjuang menempuh padang tandus pengendalian hawa nafsu atau duniawi sambil menyelami samudera ibadah. Tahapan ini membimbingnya untuk menjalani kehidupan wara dan zuhud. Bila wara dimaksudkan sebagai upaya menjaga prilaku, sikap, dan ucapan, agar senantiasa terjaga kesuciannya, maka zuhud dimaksudkan untuk menjaga diri pribadi yang bertekad bersih dari segala hawa nafsu duniawi. Intinya adalah pengendalian diri dan tekad untuk menjadi bersih atau suci. Sehingga, segeralah akan lahir diri pribadi baru yang tercerahkan. Inilah buah pembangunan be yourself tersebut! Meskipun hanya satu kata yang mesti dilalui, takhali, ternyata tidak semudah itu untuk melewati. Karena, proses itu mengharuskan seseorang yang bertekad menjadi pribadi tercerahkan, untuk memasuki maqom-maqom (stasiun-stasiun spiritual); tobat, sabar, syukur, ikhlas, ridha, dan tawakal. Bila tahap pertama telah terlewati, maka saatnyalah bagi sang Salik (penempuh jalan kesucian) untuk mengisi pikiran dan hati yang telah bersih itu, dengan menanam jutaan pohon ibadah, menyiraminya dengan beningnya air zikir, dan terus memagarinya dengan istiqomah wara dan zuhud yang terus-menerus. Proses tahali, maksudnya. Tahapan ini bukanlah sekedar memaksimalkan kuantitas dan kualitas ibadah dan zikir, serta disiplin menjalani kehidupan wara dan zuhud, tapi ia dibimbing untuk makin mengenal diri pribadinya. Sabda Baginda Rasulallah saw, “Barang siapa mengenal dirinya maka akan mengenal Tuhannya.” Jadi, siapa saja sudah memetik ranumnya buah tahapan know yourself, maka ia pun akan mengetahui Diri Pribadi yang sesungguhnya, Dzat Mahasempurna yang menciptakan diri pribadi Sang Salik tersebut. Bersamaan dengan itu, tantangan-tantangan maqom yang telah dilewati tadi pun akan semakin meninggi. Ujian demi ujian maqomat akan terus menghadang. Tingkat kesulitan yang meninggi itu seirama dengan hadits Baginda Rasulallah saw, “Barangsiapa ingin mencintaiku maka bersiap-siaplah untuk miskin, dan barangsiapa ingin mencintai Allah maka bersiap-siaplah menerima ujian”. Pada hakekatnya, perjalanan sang Salik adalah menggapai cinta kepada Rasulallah saw dan Allah swt. Maka, wajar saja, bila hadangan seperti yang disebutkan dalam hadits itulah yang bakal diterima. Pada tahapan tahali tersebut, sang Salik dituntut untuk menjalani maqom taslim dan fana. Puncak dari perjalanan spiritual itu adalah tajjali atau penyaksian akan adaNya dan kuasaNya. Penyaksian itu bukan sekedar melalui simbol-simbol khusus yang didapat melalui ritual tertentu – lazimnya dilakukan melalui praktik ibadah secara tarekat – tapi juga melalui simbol-simbol pengejewantahaan sifat dan af’alNya melalui manusia. Dengan begitu, diri yang telah menjadi diri pribadinya sendiri dan mengenal diri pribadinya itu akan merasa bagian penting dariNya. Ya, manusia yang merupakan kepanjangan tanganNya, manusia yang merupakan pilihanNya, manusia yang merupakan utusanNya, manusia yang merupakan wakilNya, untuk berbuat terus kebajikan untuk manusia lain semata-mata karena Allah swt. Pada tahap ini, Sang Salik telah memasuki maqom mahabbah (menjalin cinta dengan Yang Mahamencintai). Maqomat ini adalah buah teranum dari seluruh perjalanan maqom demi maqom tadi. Makna cinta yang sebenarnya adalah “memberi”. Memberi tanpa berharap pamrih. Give yourself – peringkat tertinggi setelah be yourself dan know yourself. Kita mencintai, maka kita memberi. Kita tidak mempedulikan dampak, tapi ikhlas saja menyerahkan. Kita mencintai dengan alasan “walaupun” bukan “karena”. Cinta yang didasarkan “walaupun” bersandar pada keinginan memberi dan keikhlasan. Sebaliknya, bila didasarkan “karena”, maka pamrih atau imbalanlah yang berada di belakangnya. Saat Tuhan merasa bahwa mencintai orangtua atau saudara belum cukup untuk mengingatkan seseorang tentang makna cinta, maka ia pun diajarkan mencintai lawan jenis. Tahap berikutnya, ia pun dianugerahi nafsu atau syahwat agar makin yakin soal hakekat cinta dan arah SOSOK yang harus dicinta. Bila hal itu belum juga menyentuh, maka ia pun dibimbing untuk mencintai buah hati – anak atau cucu. Dengan begitu, ia berkenan membagikan cintanya kepada setiap orang. Cinta sama artinya dengan kebajikan. Kebajikan sama artinya dengan pelimpahan cinta yang hakiki untuk Yang Mahamencintai. Tapi, berapa lama kita bisa menelan pelajaran cinta itu dan menjalankannya dengan keikhlasan, seperti sang Suket memperlihatkan cintanya kepada Yang Mahapencipta? []

Tidak ada komentar: